Satria Nusantara 1 (TITISAN GAJAHMADA Lanjutan)

29 11 2012

TITISAN GAJAHMADA Lanjutan

*****

                 “Mas saya pamit dulu.” Pak Cokro berpamitan meninggalkan hotel

“Cepat sekali pak? Buru – buru ada apa?” tanya Mocca masih heran

“Saya masih banyak keperluan. Terimakasih ya” jawab singkat pak Cokro yang kemudian bergegas meninggalkan Mocca di Lobi Hotel

Pak Cokro melesat secepat kilat meninggalkan Hotel.  Seolah-olah keberadaannya tidak ingin tertangkap banyak orang.  Sungguh hal yang penuh misteri yang membuat pikiran Mocca menjadi bertanya-tanya.   Teka-teki dalam pikiranya buyar ketika Ibong memegang pundaknya.

Come on bro, udah siap mobilnya.”

“Oh…ok bong.” balas Mocca sedikit kaget.

Keduanya melangkahkan kakinya keluar menuju pintu hotel.  Ford hitam sudah terparkir di depan menunggu Mocca yang mau pergi ke rumah eyang di daerah Purworejo.  Butuh waktu satu jam lebih sedikit untuk bisa sampai ke sana.

Sementara Mocca dan Ibong meluncur bersama Ford hitamnya, Suryanto masih sabar menunggu di dalam mobil yang terjebak macet.  Evakuasi korban kecelakaan  sudah selesai dilakukan.  Sebuah mobil derek terlihat menarik rongsokan mobil avanza yang hancur karena terguling dan terbanting akibat menabrak pagar taman jalan.  Satu persatu mobil mulai berjalan menembus tkp kecelakaan mobil naas tadi.  Melihat mobil di depannya baranjak jalan, Suryanto siap memainkan porsneling dan gas mobil agar ikut melaju ke depan.

Tak mau ketinggalan, Lidut dan gerombolannya menguntit mobil yang di bawa Suryanto.  Mereka berpikir pak Cokro masih ada di dalam mobil itu.  Kaca rayban Fortuner telah mengelabui pandangan Lidut mengenai keberadaan orang yang mereka cari.  Lidut dan gerombolannya begitu semangat ingin menangkap pak Cokro.

Read the rest of this entry »





Satria Nusantara 1 (TITISAN GAJAHMADA)

15 10 2012

TITISAN GAJAH MADA

 

Esok harinya, pak Cokro bersiap-siap ke suatu tempat. Dia ingin mengantarkan Medali Prambanan pada denmas.  Pak Cokro yakin rumahnya masih diintai oleh beberapa orang tak dikenal.  Seperti petunjuk Kanjeng Putri, mereka adalah gerombolan si Gudhel.  Mereka belum berhasil menemukan Medali dan masih berusaha mencari tahu keberadaan pusaka itu.

Untungnya, beberapa petugas polisi masih bersiaga dikediamannya.  Atas permintaan pribadinya, pak Cokro meminta rumahnya di kawal sementara waktu.  Keadaan masih belum kondusif.  Keamanan keluarganya masih mengkhawatirkan.  Selain itu, pak Cokro telah mengerahkan beberapa anak buahnya turut menjaga keamanan rumah.  Beberapa satpam dan hansip bergantian memonitoring situasi di sekitar rumah megah itu.

Pak Cokro sedang berpamitan pada istrinya.  Bu Cokro sudah banyak tahu cerita tentang Medali Prambanan.  Dia sudah paham dengan tugas lain suaminya yaitu menjaga keamanan Medali.  Selama menemani pak Cokro, kejadian kemarin merupakan yang paling mengerikan yang telah berlaku dalam kehidupan rumahtangganya.  Tapi bu Cokro selalu yakin, suaminya selalu dalam lindungan sang Pencipta.

“Bapak pergi dulu bune.” Pamit pak Cokro

“Iyo, ati-ati ya pak.” Jawab bu Cokro kemudian mencium tangan suaminya dan mengiringi pak Cokro menuju garasi mobil

“Bune jangan kemana-mana. Minta tolong anak-anak dulu kalo ada keperluan.” Pesan pak Cokro

“Bune di rumah saja.  Urusan bune handle via telpon saja pak.” Jawab bu Cokro mengiyakan pesan suaminya.

“Jangan lama-lama yo pak. Langsung pulang.” Pesan balik bu Cokro

“Iyo, nanti bapak langung balik ke rumah.”

Supir sudah menanti di dalam mobil Fortuner hitam kesukaan pak Cokro.  Beberapa saat setelah pak Cokro naik, mobil itu segera meluncur keluar meninggalkan rumah.

Read the rest of this entry »





Satria Nusantara 1 (MEDALI PRAMBANAN Lanjutan 4 End)

11 10 2012

Pak Cokro menjadi cemas.  Rasa takut langsung menghampiri pikirannya.  Sesuatu berharga yang telah dia simpan puluhan tahun di rumahnya harus aman dari tangan-tangan orang yang tidak tepat. Sudah bisa dipastikan para perampok ingin mengambil paksa barang itu.

Pak Cokro sudah berada di dalam kamar tidurnya.  Dipandangi seluruh isi ruangan yang porak-poranda karena perampok telah mengacak-acak barang-barang yang ada di dalam kamarnya itu.  Dari sini, pak Cokro semakin yakin bahwa mereka benar-benar mencarinya.  Jantung pak Cokro semakin berdebar.  Dia sangat takut kehilangan barang penting itu.

Pak Cokro mendekati sebuah vas bunga unik terbuat dari tembaga.  Benda itu tergeletak di atas lantai, tepat berada di sebelah meja yang terjungkir parah.  Pecahan bunga-bunga dari kristal dan porselin tersebar merata disekitarnya.  Vas bunga berukuran sedang dengan diameter 20 cm dan tinggi 45 cm itu masih utuh tak tergores sedikitpun.  Materinya yang terbuat dari tembaga membuatnya tetap kuat meskipun terjatuh di atas lantai marmer yang keras.  Diambilnya vas itu oleh pak Cokro.  Kemudian pak cokro menunggingkan vas itu.  Beberapa saat pak Cokro meraba-raba vas itu seperti mencari-cari sesuatu.  Tangan pak Cokro memegang bagian bawah vas dan kemudian pak Cokro memutar bagian bawah Vas itu melawan arah jarum jam.  Pak Cokro seperti membuka tutup toples.  Setelah terputar, bagian bawah vas terlepas dari bagian atasnya.  Pak Cokro segera mencabut sesuatu yang ada di dalam vas tadi.  Tampak sebuah bejana pipih dengan ketebalan sekitar 8 cm.  Diangkatnya bejana itu dengan sangat  hati-hati sekali.  Pak Cokro seperti membawa barang pusaka.  Kemudian pak Cokro mengambil sebuah benda yang ada di dalam bejana tadi. Tali rantai mengkilat terbuat dari emas teruntai perlahan ke atas mengikuti tarikan tangan pak Cokro.  Diujung rantai emas itu menggantung sebuah benda berbentuk bintang berujung delapan.  Bintang itu juga terbuat dari campuran emas dan tembaga dengan ketebalan sekitar 2 cm dan berdiameter sekitar 10 cm. Ditengah medali itu terukir susunan huruf jawa kuno.  Ternyata di dalam vas unik itu tersimpan sebuah medali emas.

Read the rest of this entry »